Selasa, 13 Januari 2015

Mengapa Manusia Jahat? Sebuah Opini Sesukanya

Seorang sahabat yang baru-baru ini bekerja sebagai orang kantoran dan merasa shocked bersinggungan dengan manusia lain di lingkungan kerjanya yang banyak perkataan orang ini tidak baik, orang itu suka menghasut, perbuatannya tercela, jangan sok manis, jangan sok pinter, kamu jangan lalalalala yeyeyeye (sambil goyang kucek jemur), bertanya "Mengapa manusia bisa jahat?". Pertanyaan sederhana namun membuat saya berpikir untuk mencari jawabnya.

Menurut saya pribadi, jahat adalah perbuatan buruk yang merugikan orang lain. Sedangkan menurut kbbi online (serius, sila dicek di sini), jahat adalah sangat jelek, buruk; sangat tidak baik (tt kelakuan, tabiat, perbuatan). Jadi definisi jahat berdasarkan pemikiran saya yang telah disempurnakan oleh kbbi –silakan dicatat, bila perlu– adalah sebuah sifat yang sangat tidak baik yang tercermin dalam perbuatan yang merugikan orang lain.

Manusia terlahir suci. Tidak ada bayi yang lahir dengan muka masam, mata licik sambil berkata dalam hati untuk siap merebut harta dengan meracuni minuman orang lain #korbansinetron. Lalu mengapa manusia menjadi jahat? Yang jelas, seiring dengan manusia beranjak akil baligh dan mampu berpikir tentang “dunia”, mereka dikaruniai dua sisi yang bertolak belakang.
 
Dalam diri manusia ada yin dan yang. Ada gelap ada terang. Ada baik dan buruk. Jika divisualisasikan dalam kebanyakan gambar kartun, manusia mempunyai karakter malaikat berbaju putih, bersayap, membawa tongkat sihir berujung bintang memiliki lingkaran putih di atas kepala, dan biasanya ditempatkan di sisi kanan si manusia dan sosok setan merah bertanduk, bertelanjang dada, membawa tongkat trisula, sekelilingnya dipenuhi dengan api yang di sisi kiri si manusia.

Dengan dua sisi itu, manusia selalu mempunyai pilihan untuk menjadi jahat atau menjadi baik, tergantung sisi mana yang memenangkan pertentangan batin itu. Menurut penerawangan Ki Joko Bodo (tentu saja ini tidak benar), egolah yang menjadi juri penentu. Manusia menjadi jahat saat dia mencoba menuruti egonya tanpa batas dan tanpa memikirkan lingkungan di luar dirinya.

Kata orang, kita tidak boleh menghakimi seseorang lain tanpa mengenal terlebih dulu seluk beluk jati diri dan latar belakangnya. Boleh jadi, mereka menjadi jahat dengan menuruti ego senikmat pusar mereka sendiri karena trauma di masa kecil (misal, waktu kecil dia sering diminta ngupilin temannya, lalu kini dia balas dendam). Bisa jadi. Walaupun misalnya lagi, lingkungan memiliki peraturan tidak tertulis tentang perbuatan tercela dan “sanksi”nya, namun kembali lagi kepada ego dalam diri masing-masing manusia.

Saya bukan orang yang selalu baik, tapi bukan juga orang yang jahat. Karena sebagai manusia yang sudah akil baligh (halah), saya mempunyai jiwa suci malaikat yang bersanding dengan nafsu syaiton. Terkadang saya menuruti ego dengan merugikan orang lain (misalnya dengan tulisan saya ini yang kurang sarat manfaat dan membuang waktu yang membacanya ). Namun begitulah, mengapa manusia bisa jahat, menurut saya. Namanya juga opini. Bebas kan?

Barangkali, menurut para pegiat kegiatan wisata, orang jahat itu kurang piknik. Bebas kok.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar