Jumat, 13 Februari 2015

Masa Orientasi di Jogja

Saya di Jogja
Akhir Januari saya akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya sebelumnya dan mengambil kesempatan lain. Awal Februari saya resmi mengadu nasib di Jogjakarta.

Satu bulan pertama saya rasa akan masih terasa menyenangkan karena masih dalam proses adaptasi dan orientasi di tempat yang baru. Tekanan pekerjaan belum terasa dan masih berkenalan dengan hiruk pikuk kota Jogja.

Setiap pagi saya melewati gang yang sama, jalan yang sama, melihat keramaian di simpang Tugu, tak jarang juga terjebak di antrean panjang lampu merah Pojok Beteng Wetan.

Suara lalu lalang kendaraan selalu terdengar dari lantai 2 kantorku. Bising. Tapi tak apa, toh pekerjaan belum terlalu menumpuk. Saya tak merasa terganggu. Di tiap satu jam menuju jam pulang kantor *ciye, kantoran ciye*, saya dan teman sekantor selalu sibuk memikirkan kemana akan makan. Naaah, I bet you all do this. Bukan hanya memikirkan, tapi mencari di internet. Kurang selo apalagi kami.

Mumpung pekerjaan belum banyak, seperti kata Pak Bos, satu bulan ini adalah bulan orientasi sebagai kesempatan mengeksplorasi dan mengenal potensi wisata kuliner kota Jogjakarta. Halah.

Saking selonya, hujan pun kadang kita terjang, selamat badan tak malas. He he. Untungnya, teman-teman selalu tak keberatan untuk sekedar berkendara mencari tempat makan sekaligus nongkrong yang sedang hits di kalangan anak muda kota Jogja demi check in di path atau upload menu makan malam di Instagram. Hazeiks.

Salah satu teman asli Jogja yang selama 22 taun hidup di Jogja pantas kami jadikan tour leader sekaligus tour guide untuk orientasi kota ini. Kehidupannya sebagai anak muda yang eksis dan gaul memang tak perlu dipertanyakan karena tak sedikit tempat nongkrong di Jogja dia khatamkan.

Mau makan apa? Dia siap membawamu. Dia memang super sekali, sesuper orang Jogja lainnya yang membuat tempat nongkrong di segala penjuru kota, bahkan di gang kecil perumahan padat penduduk ataupun tengah sawah yang jauh dari jalanan kota yang ramai. Dahsyat memang. Saya masih nggumun. It's already 2 weeks and still counting. Tak tau kapan akan selesai.