Sabtu, 19 September 2015

Wanita




Waktu saya masih kecil, entah berapa tepatnya usia saya waktu itu, mungkin dibawah 10 tahun, simbah kakung saya dulu pernah berkata bahwa “wanita itu wani ditata” yang artinya berani untuk ditata. Beliau melanjutkan bahwa wanita harus berani untuk dikontrol segala perilakunya. Wanita harus mempunyai batasan terhadap setiap tindakannya.
Feminis jelas tidak akan setuju.
Memang kita mempunyai ketentuan tidak tertulis tentang wanita yang baik. Wanita yang baik adalah seorang yang lemah lembut, penyayang, teratur tutur perkataannya, dan semua yang dianggap baik. Wanita dianggap urakan bila tertawa terbahak-bahak di depan umum tanpa menutup mulutnya. Mereka dianggap tidak sopan bila ini, itu, inu, anu, yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Apalagi melakukan hal-hal seperti minum alkohol, merokok, dan lain sebagainya.
Memang tidak ada yang salah sih dengan semua sifat budi luhur itu. Lha wong itu semua perbuatan terpuji yang berguna untuk kehidupan bermasyarakat kita yang komunal. Tapi mungkin terdengar tidak adil bila dibandingkan dengan laki-laki yang melakukan itu semua. Laki-laki tidak akan dianggap urakan bila tertawa tidak menutup mulutnya. Justru malah mungkin dianggap lelaki lembek jika melakukan sebaliknya. Ya ndak sih?
Setiap tindakan yang diambil oleh wanita seolah-olah terbatasi, ndak boleh sak enake udele dewe.
Sedikit melebar, tak hanya ditata, wanita juga dipilih, dikejar dan menunggu, dan memberi jawaban. Contohnya, dalam kehidupan percintaan antar manusia. Apakah mereka tidak berhak memilih, mengejar, mengajukan pertanyaan. Dengan sudah adanya persamaan hak yang diperjuangkan para feminis, mungkin tidak perlu dipertanyakan lagi. Masalahnya adalah, pola pikir kita sudah terlanjur terbentuk bahwa wanita tidak boleh mendahului laki-laki. Mereka harus menunggu. Mengejar akan dicap agresif. Wanita agresif juga dianggap tidak baik. Ya ndak? Kalau isu yang ini, pola pikir saya juga masih begini sih.
So, where should I stand? Entahlah, saya masih di tengah-tengah. Berusaha menjadi manusia yang baik dulu lah saya. Memperlakukan orang dengan baik karena saya juga ingin diperlakukan dengan baik oleh orang lain.