Dear Singapura,
Apakah kamu pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa
rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau? Aku amini itu. Tempatku indah,
namun apa yang kamu miliki pun menarik.
Aku masih ingat ketika aku mengunjungimu pertama kali. Aku
memandangmu takjub. Bak seorang model, kamu rapi, terpoles, berhias dengan perhiasan
dan asesoris yang menawan dan cantik, kamu memesona.
bagus ya? |
Kata orang, kamu dingin. Sepertinya aku agak menyetujui
pendapat mereka. Di saat aku bertanya ke salah satu/dua orang lokalmu, aku
merasa tidak diacuhkan. Mungkin mereka terbiasa dengan kehidupan yang terlalu
mandiri, ― hmmm, lebih
tepatnya individualis. Jangan kawatir, ada negasi di baliknya, karena di dalam
dinginmu, aku bisa menemukan kehangatan dan keramahan.
Kamu tahu, saat aku keluar dari bandara setelah pesawat yang
aku naiki landing dan mencoba mencari tahu untuk menuju hostel di malam hari,
aku menatap bingung pada rute MRTmu. Betapa beruntung karena aku bertemu seseorang
dari Indonesia bernama David yang sudah bertahun-tahun hidup bersamamu. Dia mau
membantu, menunjukkan dan menemaniku sampai ke hostel, sembari menyiratkan
pesan bahwa kamu bukanlah tempat yang menakutkan bagi seseorang untuk berjalan
di jam yang larut.
Terlebih, ketika aku berjalan menelusuri tiap sudutmu
sendirian, kamu membuatku bertemu dan berteman ―hingga
sekarang― dengan
turis Italia bernama Simone yang ramah dan begitu menyukai kopi. Dia lebih dulu
mengenalmu daripada aku. Pun dia bersedia menjadi guide dadakan untukku agar
mengenalmu lebih.
words from Simone |
Aku jatuh cinta terhadapmu karena kamu menghargai dan memberi
tempat yang nyaman untuk pejalan kaki sepertiku. Aku menemui banyak sekali
trotoar yang sangat teduh. Aku sangat menikmati waktu duduk di bangku tamanmu
yang hijau. Tidak seperti tempatku yang dengan sedikit taman dan trotoar dengan
banyaknya perampas hak-hak pejalan kaki dan membiarkan kendaraan bermotor
berkuasa.
trotoar dan taman |
Bagaikan langit dan bumi. Kamu punya banyak gedung modern,
canggih, menjulang tinggi, dan cantik nan unik yang tidak bisa kujumpai di
tempatku. Aku tampak kampungan saat mencoba berpose untuk berfoto dengan patung
singa Merlion yang menjadi iconmu. Banyak orang melihatku yang penuh kehebohan.
Memang, tak serupa tempatku yang banyak rumah biasa dan sawah atau kebun. Bahkan,
Jakarta yang di sini dibilang metropolitan pun tidak bisa menyamaimu. Namun aku
tak bisa memilih untuk lebih menyukai salah satu, karena semua memiliki pesona
tersendiri.
Pun, kamu sangat terampil merawat diri. Kamu pandai menjaga apa yang kamu miliki. Segala yang berhubungan dengan sejarah dan budaya membuatmu tetap memiliki jati diri sebagai semacam melting pot. Aku iri padamu. Di sini, sebenarnya aku punya jauh lebih banyak daripada yang kamu punya, tetapi, ah, sudahlah.
behind the scene-nya sampe disangka orang gendeng |
Pun, kamu sangat terampil merawat diri. Kamu pandai menjaga apa yang kamu miliki. Segala yang berhubungan dengan sejarah dan budaya membuatmu tetap memiliki jati diri sebagai semacam melting pot. Aku iri padamu. Di sini, sebenarnya aku punya jauh lebih banyak daripada yang kamu punya, tetapi, ah, sudahlah.
Dalam gelapnya malam, kamu tidak lelap tertidur, justru semakin gempita, cantik, dan liar. Aku
memang tidak dapat melihat taburan bintang, namun aku bisa melihat bagaimana
kamu bersinar dengan pertunjukkan tarian lampu yang berwarna-warni di tempat
terbuka. Aku yang tak pernah melihat hal seperti itu, berdecak kagum.
MBS di malam hari |
Tapi, tahukah kamu bahwa aku sedikit keberatan dengan tingginya price tag untuk banyak hal ditempatmu.
Tapi tidaklah mengapa. Mungkin itu membuatmu eksklusif dan membuat orang-orang
dari tempatku merasa memiliki prestis tersendiri ketika sudah mengunjungimu.
Ah, kini sudah dua tahun sejak pertama kali aku melihatmu.
Aku tidak tahu apakah ada lagi yang berubah darimu. Aku yakin kamu bertambah
menarik. Seandainya aku mempunyai kesempatan, aku pasti akan menemuimu lagi.
*Mungkin kamu sedang membaca suratku ini diiringi suara Ari Lasso yang menyanyikan Kangen-nya* #yakaliajasih
*Mungkin kamu sedang membaca suratku ini diiringi suara Ari Lasso yang menyanyikan Kangen-nya* #yakaliajasih