Saya bukanlah morning
person. Tapi jika dijanjikan sebuah sunrise
yang memukau, pendirian saya akan mudah goyah. Dan kali ini adalah bukit Punthuk
Setumbu, Magelang. Siapa kuat hati menolak?
Pukul 4, sebelum azan subuh, saya dan teman-teman harus
melawan gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh kasur tipis yang kami tiduri
selama 2 jam. Segera saja kami membasuh muka dan menggosok gigi untuk
membangunkan indera-indera kami. Tak ada waktu untuk bongkar muatan perut,
walaupun terasa slemat-slemet, kata
orang Jawa.
Kami berangkat dari rumah kawan di desa Tanjung, Magelang,
menembus jalanan kecil nan mulus. Kendaraan terus melaju menembus gelap dan
kabut nan pekat. Kawan saya menunjukkan landmark
di kanan kiri jalan, tapi sama sekali tak terlihat karena jarak pandang hanya
sekitar 5 meter saja. “Pokoknya saya terima sampai di tempat parkir saja, Mas,”
seru saya.
Di parkiran yang tidak terlalu luas, sudah terdapat 2 elf
panjang dan beberapa mobil. Ternyata tidak sesepi yang saya duga, justru sudah
terkesan touristy.
Sekitar 500 meter trekking ringan,akhirnya kami sampai di
puncak bukit. Berhubung postur tubuh saya yang agak mini tapi juga agak lebar,
saya harus berdiri di atas bale-bale bambu doraemon *itu baling-baling*
agar pemandangan tidak terbingkai oleh kepala-kepala bule.
Dan pagi itu, Tuhan Yang Maha Baik memperbolehkan kami
melihat keagunganNya melalui kemegahan sang matahari yang diam-diam mengintip
di balik punggung Merbabu dan Merapi. Borobudur yang semula terselimut kabut, saat
itu pelan-pelan tersingkap dan mulai terlihat jelas julangan puncak stupanya. Saat
menoleh ke arah yang berlawanan, terlihat perbukitan karst Menoreh. Saya terpukau
sambil menahan hasrat kebelet. (Sebenarnya ada satu toilet di lokasi, namun
antreannya buat makin nggak nahan).
Merbabu - mentari - Merapi |
Majestic Borobudur |
hasil manjat bale-bale |
the pros |
Ada sebuah benda yang membuat saya bertanya-tanya di bukit ini. Adalah sebuah potongan batang pohon yang setinggi kurang lebih 1 meter dan di atasnya terdapat papan melintang. Benda ini seperti tempat untuk meletakkan sesuatu.
Pertanyaan saya itupun terjawab saat matahari merangkak
naik. Tersangkanya di bawah ini. Hehe
Konon adalah Bp. Sulaiman |
Tidak ada maksud apa-apa. Waktu saya ketahui bahwa si kakek duduk
membawa sabit sambil menghisap rokok, saya yakin, tempat itu adalah spot si kakek untuk berpose untuk berfoto. Kakek ini yang sempat saya cari-cari, karena
selalu masuk di blog bersama Punthuk Stumbu. Ternyata punya tempat spesial untuk
berfoto. Bagaimana tidak dia dijadikan objek fotografi, lha wong wajah, pose dan postur tubuhnya sangat fotojenik. Sebenarnya
saya jual mahal untuk tidak memotret si kakek, tapi kawan saya terus menyuruh
saya membuktikan bahwa saya bisa memotret. *ya bisalah, tinggal pencet tonbol shutter,
haha. Nurut ngana?*. Tentunya si kakek pun begitu sadar kamera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar