Jumat, 04 November 2016

Note from Flores (3)

04-10-16

Menjadi Petualang di Pulau Komodo



Haha. Menjadi petualang apanya? Aku memang suka trekking mblusuk ke hutan, tapi nggak di nguber-uber komodo juga sih. Aku tahu juga, komodo kalau mau nyaplok itu juga pilih-pilih, dan aku bukan tipenya. Tapi ya serem aja, lha wong aku lihat cicak aja geli-geli ngeri, apalagi ini ada kadal kok panjangnya bisa sampai 2 meter.


Suka melet-melet, kulitnya bersisik kasar, kadang ada yang mengelupas karena bekas luka, warnanya hitam kusam seperti tanah. Persis seperti Godzilla. Melata jalan pelan, dan katanya kalau siap menerkam bisa lari kencang. Coba dong dia disuruh lomba lari marathon, dikasih umpan daging mentah segar dari jarak sejauh 9 km. Hih. Walaupun dia jalannya kayak putri Solo, tapi dia bisa memanjat pohon dan berenang. Nah, Tapi kalau suatu saat kamu dikejar komodo, larilah sekencang mungkin dengan gaya zigzag, karena dia cuma bisa lari lurus. Mungkin kalau dikejarnya di laut, renangnya juga harus zigzag. Separuh dari panjang badannya itu ekor. Katanya juga kalau kesabet, langsung bikin terkapar.

Eeknya juga bisa dijumpai di sepanjang trek. Semua bagian tubuh dia makan, termasuk tulang dan hanya meninggalkan rambut, mungkin karena seret. Nah, makanya warnanya ada yang putih karena bekas kalsium dari tulang mangsanya dan ada yang coklat yang aku lupa itu bekas bagian tubuh yang mana. Lalu kenapa aku jadi bahas eek komodo, karena ini adalah bagian dari “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Kata pak ranger, komodo ini makhluk introvert, tidak suka bergaul. Kumpul sesama komodo hanya untuk hangout makan, minum dan hmmmm kawin. Tapi waktu musim kawin, komodo jantan kumpulnya untuk bertarung berebut komodo betina. Kalau sudah dikawini di bulan Juli-Agustus –mungkin karena musim panas, jadi suasana menjadi panas–, komodo betina bertelur di bulan September. Sekali bertelur, bisa sampai 35 buah. Bayangkan, kalau semua telur menetas bersamaan dan bermain bersama. Serem apa geli? Yang jelas nggak ada lucu-lucunya sama sekali.

Tapi komodo itu binatang mandiri, sehabis merobek cangkang telur, bayi komodo langsung disuruh cari makan sendiri. Waktu masih dalam bentuk telur, ibu komodo memang selalu menjaganya sepenuh hati, dibuatkan sarang betulan dan palsu. Yang palsu ini untuk kamuflase saja, siapa tahu ada babi hutan yang lagi pengen buat telur orak-arik. Kalau datang predator, komodo kecil bersembunyi di pohon palem. Predatornya siapa lagi kalau bukan bapak sendiri. Eh, belum tentu, yang jelas komodo jantan dewasa yang sedang lapar. Mereka ini binatang kanibal kok. Waktu kecil, komodo makan serangga, reptil, dan mamalia kecil. Pokoknya yang ukuran tubuhnya tidak lebih besar dari badannya. Waktu besar, tidak perlu dipertanyakan, dia makan semua yang punya kaki, kecuali meja dan kursi.

Jumlah komodo di Pulau Komodo sekitar 400 ekor lebih banyak dibanding jumlah mereka di Pulau Rinca yang hanya sebanyak 1.300 ekor. Tapi jangan salah, katanya Komodo di Pulau Rinca lebih liar, soalnya mereka yang di Pulau Komodo disupplai makanan.

Selain melihat komodo, kami menjumpai banyak rusa. Aku baru tahu dari ranger kalau umur rusa jantan itu bisa dihitung dari jumlah cabang tanduknya. Burung berbagai warna dan ukuran jenis pun juga ada. Mereka beterbangan di antara rimbunnya pohon asem yang merupakan jenis tanaman terbanyak di sini. Anggrek pun ada, mereka bersimbiosis komensalisme dengan pepohonan yang diinanginya.


Sehabis kembali ke kapal dan makan siang, kami snorkelling di Pink Beach yang pemandangannya juga cantik. Kalau mau lihat, browsing di google saja, karena aku tak bawa kamera bawah air. Hehe. Pun karena arusnya kuat, aku tidak berlama-lama di air.

Aku duduk-duduk di pantai di bawah pohon waru yang rindang. Dan ngobrol dengan salah satu awak kapal yang ternyata lulusan sarjana pendidikan olahraga. Heran kan, sarjana memilih jadi awak kapal. Ya banyak juga yang seperti itu sih, apalagi kalau bukan karena gaji yang dia dapat sebagai guru honorer setelah dia lulus dari universitas di Lombok tidak layak. Gaji guru honorer di Bima hanya sepersekianpuluh dari pendapatan yang dia dapat sebagai awak kapal. Kata dia, “Yaaa, jadi awak kapal juga masih ada unsur olahraganya Mbak, renang”. Lalu aku speechless. Obrolan kami terhenti saat dia dipanggil kembali ke kapal.

Dan hanya inilah highlight hari ini, karena sebenarnya masih ada trekking cari komodo lagi di Pulau Rinca, tapi berhubung aku kedatangan tamu, aku diam di pos saja sambil tidur. Untungnya waktu itu tidak ada komodo yang iseng. Dan mungkin bauku tersamar oleh bau keringat turis yang lain. Mungkin. Tadi waktu di Pulau Komodo, PMS tidak kumat. Bisa-bisa aku ngajak berantem sama komodo.

Sore hari ketika sampai di hotel Labuan Bajo, aku terkapar karena siklus bulanan wanita. Dan tidak ada cerita di Labuan Bajo. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar