04-10-16
Menjadi
Petualang di Pulau Komodo
Haha. Menjadi petualang apanya? Aku memang suka trekking mblusuk ke hutan, tapi nggak di nguber-uber komodo juga sih. Aku tahu juga, komodo kalau mau nyaplok itu juga pilih-pilih, dan aku bukan tipenya. Tapi ya serem aja, lha wong aku lihat cicak aja geli-geli ngeri, apalagi ini ada kadal kok panjangnya bisa sampai 2 meter.
Suka
melet-melet, kulitnya bersisik kasar, kadang ada yang mengelupas karena bekas
luka, warnanya hitam kusam seperti tanah. Persis seperti Godzilla. Melata jalan
pelan, dan katanya kalau siap menerkam bisa lari kencang. Coba dong dia disuruh
lomba lari marathon, dikasih umpan daging mentah segar dari jarak sejauh 9 km.
Hih. Walaupun dia jalannya kayak putri Solo, tapi dia bisa memanjat pohon dan
berenang. Nah, Tapi kalau suatu saat kamu dikejar komodo, larilah sekencang
mungkin dengan gaya zigzag, karena dia cuma bisa lari lurus. Mungkin kalau
dikejarnya di laut, renangnya juga harus zigzag. Separuh dari panjang badannya
itu ekor. Katanya juga kalau kesabet, langsung bikin terkapar.
Eeknya juga
bisa dijumpai di sepanjang trek. Semua bagian tubuh dia makan, termasuk tulang
dan hanya meninggalkan rambut, mungkin karena seret. Nah, makanya warnanya ada
yang putih karena bekas kalsium dari tulang mangsanya dan ada yang coklat yang
aku lupa itu bekas bagian tubuh yang mana. Lalu kenapa aku jadi bahas eek
komodo, karena ini adalah bagian dari “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Kata pak
ranger, komodo ini makhluk introvert, tidak suka bergaul. Kumpul sesama komodo
hanya untuk hangout makan, minum dan hmmmm kawin. Tapi waktu musim kawin,
komodo jantan kumpulnya untuk bertarung berebut komodo betina. Kalau sudah
dikawini di bulan Juli-Agustus –mungkin karena musim panas, jadi suasana
menjadi panas–, komodo betina bertelur di bulan September. Sekali bertelur,
bisa sampai 35 buah. Bayangkan, kalau semua telur menetas bersamaan dan bermain
bersama. Serem apa geli? Yang jelas nggak ada lucu-lucunya sama sekali.
Tapi komodo
itu binatang mandiri, sehabis merobek cangkang telur, bayi komodo langsung
disuruh cari makan sendiri. Waktu masih dalam bentuk telur, ibu komodo memang
selalu menjaganya sepenuh hati, dibuatkan sarang betulan dan palsu. Yang palsu
ini untuk kamuflase saja, siapa tahu ada babi hutan yang lagi pengen buat telur
orak-arik. Kalau datang predator, komodo kecil bersembunyi di pohon palem.
Predatornya siapa lagi kalau bukan bapak sendiri. Eh, belum tentu, yang jelas
komodo jantan dewasa yang sedang lapar. Mereka ini binatang kanibal kok. Waktu
kecil, komodo makan serangga, reptil, dan mamalia kecil. Pokoknya yang ukuran
tubuhnya tidak lebih besar dari badannya. Waktu besar, tidak perlu
dipertanyakan, dia makan semua yang punya kaki, kecuali meja dan kursi.
Jumlah
komodo di Pulau Komodo sekitar 400 ekor lebih banyak dibanding jumlah mereka di
Pulau Rinca yang hanya sebanyak 1.300 ekor. Tapi jangan salah, katanya Komodo
di Pulau Rinca lebih liar, soalnya mereka yang di Pulau Komodo disupplai
makanan.
Selain
melihat komodo, kami menjumpai banyak rusa. Aku baru tahu dari ranger kalau
umur rusa jantan itu bisa dihitung dari jumlah cabang tanduknya. Burung
berbagai warna dan ukuran jenis pun juga ada. Mereka beterbangan di
antara rimbunnya pohon asem yang merupakan jenis tanaman terbanyak di sini.
Anggrek pun ada, mereka bersimbiosis komensalisme dengan pepohonan yang
diinanginya.
Sehabis
kembali ke kapal dan makan siang, kami snorkelling di Pink Beach yang
pemandangannya juga cantik. Kalau mau lihat, browsing di google saja, karena
aku tak bawa kamera bawah air. Hehe. Pun karena arusnya kuat, aku tidak
berlama-lama di air.
Aku
duduk-duduk di pantai di bawah pohon waru yang rindang. Dan ngobrol dengan
salah satu awak kapal yang ternyata lulusan sarjana pendidikan olahraga. Heran
kan, sarjana memilih jadi awak kapal. Ya banyak juga yang seperti itu sih,
apalagi kalau bukan karena gaji yang dia dapat sebagai guru honorer setelah dia
lulus dari universitas di Lombok tidak layak. Gaji guru honorer di Bima hanya
sepersekianpuluh dari pendapatan yang dia dapat sebagai awak kapal. Kata dia, “Yaaa,
jadi awak kapal juga masih ada unsur olahraganya Mbak, renang”. Lalu aku speechless. Obrolan kami terhenti saat
dia dipanggil kembali ke kapal.
Dan hanya
inilah highlight hari ini, karena sebenarnya masih ada trekking cari komodo
lagi di Pulau Rinca, tapi berhubung aku kedatangan tamu, aku diam di pos saja
sambil tidur. Untungnya waktu itu tidak ada komodo yang iseng. Dan mungkin
bauku tersamar oleh bau keringat turis yang lain. Mungkin. Tadi waktu di Pulau
Komodo, PMS tidak kumat. Bisa-bisa aku ngajak berantem sama komodo.
Sore hari
ketika sampai di hotel Labuan Bajo, aku terkapar karena siklus bulanan wanita. Dan
tidak ada cerita di Labuan Bajo.